Nasionalis, Intelektual, Profesional

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah." - Pramoedya Ananta Toer-

Sederhana, Merangkul dan Mengayomi

Satu-satunya kegagalan didunia ini adalah ketika kita berhenti untuk belajar

Nasionalis, Intelektual, Profesional

Tinta seorang yang berpengetahuan lebih suci daripada darah seorang martir

Sederhana, Merangkul, Mengayomi

Pendidikan adalah bagaimanaa kita bertahan ketika kita lupa terhadap apa yang telah kita pelajari

Nasionalis, Intelektual, Profesional

Pengetahuan akan membawa kita kepada kesempatan untuk membuat perbedaan

Minggu, 29 Mei 2016

Refleksi Hari Pahlawan dan Tantangan Pemuda Kedepan

(Foto: http://kejari-yogyakarta.go.id/)
Memperingati Hari Pahlawan merupakan saat yang tepat untuk mengevaluasi ulang pemahaman kita akan arti pahlawan. Jika tidak, ia hanya akan menjadi seremoni tanpa makna, tak membuat perubahan apa pun bagi negara. Dimana perlu dipahami peristiwa 10 November merupakan peristiwa penting bagi bangsa Indonesia dimana pada waktu itu Indonesia yang belum lama memproklamirkan kemerdekaan sedang gencar-gencarnya membangun semangat kemerdekaan serta membangun legitimasi kedaulatan bangsa harus terganggu karena kehadiran tentara Inggris (AFNEI) yang mengatasnamakan sekutu kembali ke Indonesia untuk melucuti senjata tentara Jepang, disatusisi tentara Inggris juga memiliki tujuan rahasia untuk mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda (NICA) sebagai jajahannya kembali. Hal ini sudah terbaca sebenarnya oleh arek-arek Suroboyo sehinggamemunculkan reaksi keras dimana pada saat itu hotel Yamato yang dihuni pasukan Inggris dan Belanda masih mengibarkan bendera Belanda sehingga memunculkan aksi heroik arek surabaya untuk menembus Hotel memaksa menurunkan bendera Belanda yang sedang berkibar yang berwarna merah, putih, biru dirobek dan disisakan merah putih lalu dikibarkan kembali sebagai wujud kedaulatan bangsa Indoesia yang telah meraih kemerdekaan. Kecaman terhadap sekutu begitu keras hingga pertempuran fisik tak dapat terelakan puncaknya pimpinan Sekutu AWS Mallaby dalam perjalanan tewas tertembak sehingga menyulut emosi Inggris yang merupakan Sekutu sehingga menyulut emosi yang berujung pada pertempuran sengit. Pada tanggal 10 November 1945 di kota Surabaya peristiwa ini menelan banyak korban sehingga tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan (sumber: wikipedia).
Seiring berjalannya waktu peristiwa 10 November yang kita kenal sebagai Hari Pahlawan tak ubahnya sebagai sebuah seremoni belaka, sejarah dan makna serta semangat dari hari pahlawan mulai dilupakan. Tanggung jawab itu seolah dibebankan semuanya di dunia pendidikan. Minimnya kreatifitas dalam mengajarkan nilai-nilai kepahlawanan seolah menjadi titik nadir dalam perjalanan bangsa ini. Rasa kepedulian yang sangat kecil dari kelompok masyarakat seolah menjadi jawaban bahwa tidak ada keuntungan baik moril maupun materil jika mengenal para pahlawan. Pahlawan hanya dijadikan alat untuk mendapatkan nilai dan menjadi dongeng pengantar tidur. Sikap tidak merasa memiliki ini bisa jadi bukan melulu kesalahan masyarakat, bisa jadi bukan kesalahan para pahlawan, semua itu berawal dari system yang pada akhirnya membuat masyarakat kehilangan kebanggaannya terhadap para pahlawan
Sadar tidak sadar bangsa ini sedang mengalami sebuah penjajahan gaya baru dimana penjajahan ini tidak dalam bentuk kekerasan fisik dan baku tembak namun terbentuk secara sistematis, terstruktur dan masif.  Kasap mata akan tetapi justru penjajahan gaya baru ini sangat berbahaya dimana seluruh aspek baik ekonomi, sosial, politik, budaya serta menghancurkan generasi muda bangsa ini hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi serta perdagangan bebas efek dari globalisasi cepat atau lambat negara ini tak ubahnya sebagai sebuah sekat. Kita lihat saja kondisi bangsa ini dimana krisis mental, Narkoba, konflik agama, pemecah belahan diseluruh sisi, krisis kepemimpinan, korupsi yang merajalela, kasus asusila terhadap anak serta degradasi moral hilangnya rasa malu kita sebagai bangsa timur tak ketinggalan tontonan ditelevisi tak lepas dari agenda setting dipertunjukan khalayak masyarakat yang seharusnya dapat mendidik bangsa ini tapi justru harus ikut berperan andil dalam proses perusakan generasi muda.
Sebagai generasi muda, kita harus mampu memberi makna baru atas tonggak bersejarah kepahlawanan dengan mengisi kemerdekaan sesuai perkembangan zaman. Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Bangsa Indonesia saat ini membutuhkan pahlawan-pahlawan baru untuk mewujudkan kehidupan massa rakyat yang demokratis secara politik, adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi, dan partisipatif secara budaya.
Pengalaman-pengalaman besar harus dijemput bukan hanya melalui analisa tapi juga karya-karya penting untuk menggugah kesadaran yang sudah lama terlelap. Di dunia pemikiran kita bukan sekedar membutuhkan gagasan-gagasan baru melainkan juga ‘alat baca’ yang berpihak atas massa rakyat yang tertindas. Intelektual adalah bagian dari arus massa tertindas dan sebaiknya mengerti, memahami, dan menyelami kehidupan mereka. Hal ini tak akan bisa dimengerti jika mengetahui kehidupan hanya sebatas kegiatan-kegiatan pelatihan, workshop, rapat, seminar, diskusi atau penelitian ‘pesanan’. Kegiatan itu hanya akan meningkatkan pendapatan bukan pemahaman atas kenyataan sosial. Membuang keyakinan lama mungkin jadi syarat utama menuju pada tugas serta mandat seorang intelektual terpelajar.
PEMUDA, PAHLAWAN BARU
Sebuah keniscayaan memang apabila setiap jaman akan melahirkan anak  jamannya masing-masing. Disinilah peran generasi muda tak pernah putus dari sejarah bangsa ini. Jika kita menilik ke belakang, dulu kaum terpelajar yang memperoleh kesempatan untuk menikmati pendidikan mempunyai satu cita-cita besar bagaimana bangsa ini bisa merdeka dari belenggu penindasan kolonial.  Mereka tidak hanya mempunyai gagasan besar tentang perubahan, tidak hanya berhenti pada satu forum diskusi, tetapi ada satu tindakan riil bagaimana melakukan proses transformasi nilai terhadap massa rakyat yang tertindas. Jalan itupun mereka dapatkan dengan cara mengorganisasikan diri.
Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah hari Pahlawan harus kita peringati dan refleksikan.
Namun, kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, dan kerelaan berkorban?
Saat negara sedang terancam dengan penjajahan gaya baru, rakyat yang dijadikan sebagai objek penderitaan, perubahan hanya jadi menu diskusi, saat itulah maka gerakan progresif  kaum intelektual terpelajar menjadi satu kebutuhan mendesak. Seorang terpelajar bukan semata-mata sosok yang mencintai pengetahuan, tapi bagaimana dapat dan mampu memberikan gagasan-gagasan tentang perubahan. Karena itulah, solusi-solusi baru dan tindakan konkrit untuk perubahan sosial mutlak dibutuhkan. Maka dari itu Ben Anderson, lewat esai panjang Immagined Communities, menulis: Selain runtuhnya kekuasaan universal (gereja Katolik-Roma) dan kerajaan-kerajaan dinasti, berkembangnya penerbitan dan percetakan yang memungkinkan tulisan para pemimpin pergerakan makin banyak dibaca khalayak adalah elemen terpenting dari kelahiran nasionalisme.  Semoga ini bisa menjadi permenungan kita bersama  sebagai pemuda yang memilik tanggung jawab besar dalam proses pembangunan bangsa dalam merefleksikan peringatan hari Pahlawan dan mengisi kemerdekaan ini lebih bermakna.
sumber: http://satelitnews.co/berita-hari-pahlawan-dan--tantangan-pemuda-.html

Foto








Kualitas Pasir Muntilan Jawa Tengah Sekelas Pasir Dunia

(Foto: hargapasirmerapi.files.wordpress.com)

Kualitas Pasir Muntilan Jawa Tengah dinilai sekelas pasir dunia. Tidak hanya untuk bahan baku bangunan ketika membuat rumah, namun pasir muntilan juga sangat kokoh, kuat dan tahan lama jika digunakan untuk bahan cor, beton atau pun cakar ayam.

Menurut Dhimas Agung Ramadhan, peneliti arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, pasir muntilan setelah diteliti memang sekelas pasir dunia dalam dunia pembangunan dan arsitek.

Selain pemborong, pasir muntilan memang diakui banyak peneliti dan arsitek rumah sebagai pasir yang kuat dan tahan lama serta anti runtuh. Biasanya, pasir kali biasa dari Semarang, Boyolali, Boja, lebih rentan hancur saat usia bangunan sudah 10 tahun lebih. "Dari penelitian kami, pasir muntilan jika saat mengaduknya dengan semen kok pas, ya air dan campuran gampingnya, pasir ini bisa bertahan sampai 75 tahun lebih," beber dia.

Kalau warga Jawa Tengah, seperti Semarang, Demak, Salatiga, Kudus, Blora, Pati mau buat rumah, kata Dimas, saya sarankan untuk memakai pasir muntilan jika ingin bertahan lama dan tidak nglotok.

"Harga Pasir muntilan memang mahal, tapi soal kualitas jangan kuatir," beber dia.

Harga Pasir Muntilan
Harga Pasir Muntilan sampai akhir 2014 memang melonjak. Apalagi saat ini banyak perumahan berdiri dan hampir di daerah-daerah ada perumahan. Harga pasir melonjak hingga Rp 200.000 per truk. Sebelumnya harga pasir Muntilan hanya Rp 1.300.000-Rp 1.500.000 per truk ukuran sedang.

Satu truk ini berisi sekitar 6-7 meter kubik. Sekarang, satu truk naik menjadi Rp 1.600.000-Rp 1.800.000. “Harga ini setahu saya sering berganti, kadang naik dan kadang juga turun,” tandas dia.

Menurut Dimas, pemborong Semarang, pemborong Demak, pemborong Kudus bahkan pemborong dari Cepu Blora sangat cocok menggunakan pasir muntilan dengan kualitas yang lumayan bagus dan harga terjangkau. "Kalau untuk daerah rawan banjir, longsor, rawan bergeser, sangat cocok menggunakan pasir muntilan," tukas dia.

Meskipun tiap daerah memiliki potensi pasir sendiri, kata dia, namun kualitas pasir muntilan lebih jos dan sudah terbukti kebenarannya. (Laporan Khusus Redaksi Harianblora.com).

sumber: http://www.harianblora.com/2015/03/kualitas-pasir-muntilan-jawa-tengah.html

Harapan dan Cita-cita Pemuda Purbalingga

PURBALINGGA - HUT Purbalingga yang ke 185 tahun kali ini begitu semarak dari sederet kegiatan yang mewarnai di pusat kota Purbalingga. Bahkan, sampai tank Korp Marinir Angkatan Laut pun ikut meramaikan HUT Purbalingga di tahun 2015. Selain itu, di hari Sabtu (19/12) dan Minggu (20/12) pun masih banyak acara yang akan berlangsung dari Festival kuliner sampai pertunjukan dari Hello Band.

Acara yang digelar di alun-alun, GOR Mahesa Jenar dan GOR Goentoer Darjono itu berhasil minat masyarakat yang tinggi. Terbukti, hari ini saja, Jumat (18/12). Masyarakat sudah tumpah ruah di alun-alun untuk menyaksikan Festival Ebeg.

Tak lepas dari itu pemuda Purbalingga pun menaruh banyak harapan di HUT Purbalingga ke 185 Tahun ini. Ketua Umum Gemalingga Awang Adin N berharap seiring bertambahnya usia Purbalingga bisa diimbangi pula dengan pemerataan kesejahteraan di kota tercinta ini, pendidikan masih menjadi isu yang konsisten yang akan kami perjuangkan agar masyarakat purbalingga lebih beradab.

(Kabare Bralink/Istimewa)
Beberapa Pemuda Purbalingga yang menaruh harapan besar untuk perubahan pendidikan di Purbalingga
HUT Purbalingga kali ini cukup menarik dimana Purbalingga tanggal 9 Desember lalu baru melaksanakan Pilkada, otomatis Purbalingga di awal tahun bakal memiliki pemimpin baru sehingga menjadi tantangan bagi calon terpilih mampu menyelesaikan problematika yang ada di Purbalingga.

Wakil Ketua KNPI Purbalingga Dhimas Agung Ramadhan berharap agar pemimpin baru Purbalingga mampu menjadi kado baik bagi Purbalingga.


Jangan sampai pemimpin baru kita tidak amanah, alih-alih bisa jadi kado buruk buat Purbalingga, kami sebagai pemuda mengingatkan kepada pemimpin yang baru agar dalam membangun Purbalingga tidak sekedar hanya membangun Gedung dan mengaspal jalan tapi bagaimana merubah paradigma masyarakat.” ungkap Dhimas.

Karena memang di Purbalingga masih banyak anak-anak yang putus sekolah dengan alasan tidak mampu dengan biayanya. Semoga dengan adanya pemimpin yang baru, pendidikan di Purbalingga pun kian membaik. Anak-anak yang kurang mampu, mereka harus terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

(Kabare Bralink/Ery)
Sumber: http://www.kabarebralink.com/2015/12/harapan-dan-cita-cita-pemuda-purbalingga.html

Purbalingga Edu Week Digelar, KNPI Purbalingga Tebarkan Virus Membaca

(Foto: Kabare Bralink)
Purbalingga-DPD KNPI Kabupaten Purbalingga  menyelenggarakan acara yang berjudul Purbalingga Edu Week (PEW) yang bertempat di Kedai Kebun. Kegiatan yang bertajuk “Pemuda Kekinian Sadar Pendidikan”.
Acara tersebut dilatarbelakangi atas kegelisahan DPD KNPI KABUPATEN PURBALINGGA tentang minat membaca masyarakat Purbalingga yang masih rendah, tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai sarana untuk mengkampanyekan sadar membaca buku serta mengakrabkan masyarakat dengan buku sejak dini.
Acara ini diselenggarakan tanggal 21 sampai dengan 29 Mei 2016,  Rangkaian PEW ini berisi Bazar Buku, Gerakan sumbang Buku, kelas jurnalistik, talkshow, donor darah, hiburan dan pemutaran film. 
Acara hiburannya sendiri akan diramaikan oleh Komunitas Stand Up Comedy Purbalingga. Selain itu pada saat pembukaan PEW hadir pula tokoh inspiratif seperti Bapak Purbadi Hardjo Prajitno dan Pegiat Pustaka Kuda dari Serang Ridwan Sururi sehingga menambah kemeriahan Purbalingga Edu Week.
Tak ketinggalan pada acara tersebut DPD KNPI Kabupaten Purbalingga turut memberikan apresiasi penuh atas karya inspirasi pelajar SMK N 1 Purbalingga yaitu Umi Uswatun Hasanah, dalam kesempatan ini Umi melaunching bukunya dan mempresentasikannya kepada Tamu Undangan yang terdiri dari pejabat serta pelajar di Purbalingga. 
(Foto: KNPI Purbalingga)
Dhimas Agung Ramadhan selaku Ketua Pantia menjelaskan “Harapan kami dengan terselenggaranya Purbalingga Edu Week (PEW) dapat memacu masyarakat agar lebih akrab dengan buku dan meningkatkan minat baca pemudanya serta dapat membuka ruang-ruang kepada pemuda Purbalingga untuk terus berkarya serta turut serta dalam pembangunan di Purbalingga”.
Tak lupa dalam acara tersebut Bapak Drs.Subeno SE, MM hadir mewakili Bupati Purbalingga mengapresiasi kegiatan yang diadakan DPD KNPI Kabupaten Purbalingga, beliau menghimbau kegiatan ini dapat rutin terselenggara dan tentunya ada follow up dari kegiatan ini dan tidak terjebak pada ceremony belaka.
(Kabare Bralink/ KNPI)
sumber: http://www.kabarebralink.com/2016/05/purbalingga-edu-week-digelar-knpi.html

Wajah Pendidikan Di Negeri Kita

(Foto: http://3.bp.blogspot.com)
Pendidikan merupakan kunci sukses dari suatu pembangunan negara karena pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk merencanakan masa depan suatu bangsa sehingga bangsa dituntut menghasilkan generasi yang cerdas, terampil dan mandiri, karena kita meyakini hanya manusia cerdas yang dapat menghasilkan sesuatu yang berguna untuk membangun suatu bangsa. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa  pemerintah wajib menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi warga negara. Ketetapan ini menjadikan prioritas kedua setelah mensejahterakan rakyat. Hal ini menunjukan betapa pentingnya pendidikan di negeri kita ini dikarenakan Pendidikan sebagai indikator dalam menunjang Sumber Daya  Manusia yang berkualitas, 

Namun belakangan ini jarang sekali terdengar perdebatan-perdebatan yang membahas permasalahan mendasar mengenai pendidikan seperti peningkatan kualitas guru, dan upah mereka serta penerapan sistem akreditasi yang lebih baik serta tak kalah penting dalam pemberantasan korupsi dan membangun kebudayaan jujur bagi siswa-siswi di negeri ini. Akan tetapi kebanyakan justru permasalahan-permasalahan yang semestinya sudah terselesaikan tahun-tahun lalu seperti polemik mengenai Ujian Nasional (UN) dan perlu tidaknya sains dan matematika diajarkan sejak dini atau tidak.Kelihatannya para pembuat kebijakan selalu memiliki prioritas yang berbeda. Namun, menentukan prioritas sepertinya bukan keahlian yang dimiliki birokrasi negara ini. sebab baru belakangan ini pemerintah akan menaikan anggaran sektor pendidikan, yaitu dengan menaikan anggaran pendidikan sebesar 7,5 % pada tahun 2014 nanti. 

Mendengar angin segar tersebut tak lekas membuat kita berpuas hati karena sektor pendidikan masih harus bersaing dengan sektor lainnya yang mendapatkan alokasi yang lebih besar seperti Kementrian Pekerjaan Umum dan Kementrian Pertahanan yang memperoleh anggaran lebih besar dibandingkan kementrian pendidikan dan kebudayaan yang berada di peringkat tiga. Di Purbalingga (sumber ANTARA Jateng)  Bupati Purbalingga saat menerima perwakilan Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHSNI) Cabang Purbalingga yang mengeluhkan tentang nasib para tenaga pendidik honorer yang masih harus menunggu kepastiannya . dalam dialog tersebut pemkab masih harus  menunggu komando dari pemerintah pusat untuk pengangkatan tenaga honorer Kategori 1 (K-1) dan Kategori 2 (K-2), jelas Bupati Purbalingga. 

Dari wawancara dengan salah seorang tenaga  pendidik honorer SD di wilayah Purbalingga bahwasanya honor yang diterima mereka ± 150-200 ribu rupiah itu pun jika ditambahkan dengan bantuan dari APBD sekitar 200 ribu yang sudah masuk kategori 1 dan kategori 2 total yang mereka dapatkan ± Rp. 500 Ribu Rupiah padahal UMK tahun 2013 Kabupaten Purbalingga (sumber: Dinsosnakertrans Purbalingga) Rp.896.500,00 hal ini sangat ironis sekali ketika sosok guru sebagai seorang pendidik yang memiliki tugas mulia mencerdaskan kehidupan bangsa dan nantinya mereka akan mencetak generasi pembangun negeri ini masih harus dikebiri haknya. Walaupun sebenarnya pemerintah juga berupaya mensejahterakan kehidupan guru melalui program sertifikasi guru yang sudah mulai berjalan namun dalam pengelolaannya tetap masih harus dibenahi terus. 

Pemerintah telah berjanji akan menaikan anggaran bagi pendidikan, akan tetapi dengan mewabahnya korupsi  di Indonesia, janji ‘pendidikan berkualitas untuk semua’ terdengar utopis belaka bagi banyak warga miskin yang bergantung terhadap kebijakan pemerintah terkait pembiayaan sektor pendidikan.  Data dari Indonesian Coruptions Watch (ICW) tahun 2011 menyebutkan bahwasanya tingkat korupsi semakin parah seiring dengan meningkatnya anggaran pendidikan dan yang paling memprihatinkan dari kasus korupsi sebagian besar penyelewengan terjadi untuk warga miskin yang dialokasikan untuk Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang ditujukan guna membangun gedung sekolah dan merehabilitasi gedung sekolah yang sudah tak layak lagi. Banyak kasus suap terjadi pada sektor pendidikan, dari 436 kasus yang ditangani penegak hukum 54 kasus atau 12,4% berhubungan dengan sektor pendidikan, korupsi yang tadinya hanya terjadi di atas sekarang bagai wabah di tingkat bawah pun tak mau kalah melakukan korupsi demi mencari keuntungan sendiri. Orang –orang kaya mampu mengindahkan masalah ini karena anak-anak mereka dapat menikmati pendidikan di sekolah swasta yang memiliki kualitas pendidikan yang setara dengan mutu pendidikan internasional sedangkan para siswa miskin tak memiliki pilihan lain. Siswa-siswa kita terkadang harus merasakan sekolah di gedung yang rentan roboh dan para guru yang harus mencari sambilan agar dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. 

Pendidikan berkualitas saat ini baru segelintir saja yang mampu dinikmati oleh masyarakat tidak  mampu dan belum dapat sepenuhnya  dinikmati oleh masyarakat pada umumnya. Namun kita juga perlu berbangga hati dimana ketika pemerintah dianggap gagal melaksanakan tanggung jawabnya rakyat Indonesia siap menanggung beban tersebut. Dimana kultur masyarakat Indonesia yang masih kuat dengan budaya gotong royong. Mulailah bermunculan komunitas-komunitas yang memiliki kepedulian di bidang pendidikan yang terdiri dari para mahasiswa yang memiliki semangat berbagi ilmu untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Para pengajar muda ini  rela turun ke grassroot untuk membagikan ilmu-ilmu mereka agar anak-anak dipelosok desa yang tidak menerima pendidikan selayaknya dikota besar setidaknya dapat sedikit demi sedikit diminimalisir. 

Setidaknya dekat ini kita hendak memperingati hari pahlawan, dimana saat ini kita mulai ragu perayaan hari pahlawan yang hanya mengedepankan unsur seremoni belaka, tanpa menghayati nilai-nilai perjuangan yang dipesankan oleh para pahlawan. Masih ada para guru kita yang memiliki tanggung jawab besar membangun bangsa ini sesuai dengan cita-cita founding fathers kita, mereka masih punya semangat dan nilai perjuangan yang dipesankan oleh para pahlawan untukk mencerdaskan kehidupan bangsa walaupun nasib mereka sampai saat ini masih harus terabaikan. Walaupun pemerintahlah yang semestinya harus menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Sehingga Pendidikan berkualitas benar-benar mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat Tulisan Dipublish: Opini Harian Pagi Satelit Post 12 November 2013 


Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dhimasagungramadhan/wajah-pendidikan-di-negeri-kita_54f804b5a333116a608b4935

Indonesia Belum Bermental Merdeka!!

(Foto: kompasiana.com)

Kemerdekaan senantiasa mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa, termasuk Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan pengakuannyaoleh dunia telah didapatkan bangsa ini dengan perjuangan berat tak kenal pamrih. Dengan modal kemerdekaan, suatu bangsa akan memiliki harga diri dan dapat bersama-sama duduk saling berdampingan dengan bangsa-bangsa di dunia. Kita tentu masih ingat peristiwa yang tidak akan terlupakan oleh seluruh bangsa Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus 1945.

Peristiwa ini merupakan tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dari belenggu penjajah. Sejak itulah bangsa Inonesia merupakan bangsa yang bebas dari penjajahan. Apakah benar Indonesia saat ini sudah benar-benar Merdeka? Tak terasa Republik ini hendak berumur 68, dimana usia tersebut tak lagi muda, di usia ini jika di ibaratkan usia manusia merepresentasikan usia yang matang dan sangat berpengalaman. Tetapi sungguh ironis ketika kita melihat realitas dimana kedewasaan kita sebagai bangsa merdeka dipertanyakan kembali, dimana konflik antar umat beragama dan antar suku semakin sering terjadi para penguasa yang keasikan mempertahankan kekuasaan, penanganan hukum yang tajam dibawah dan tumpul di atas. 

Hal ini pun semakin menguatkan bahwa toleransi bangsa kita terhadap perbedaan mulai runtuh dan nasionalisme kita memudar. Saya sepakat dengan pendapat banyak orang bahwasanya Negara kita belum merdeka seutuhnya. Dimana di negeri kita masih terjadi penindasan dalam perlakuan hukum atas Negara terhadap rakyat kecil yang tajam dibawah namun tumpul di atas, Negara kita belum bisa merdeka seutuhnya semakin menguatkan ketika anak-anak kita masih banyak yang belum bisa menikmati bangku pendidikan selayaknya, kemiskinan serta kelaparan masih terjadi. Walaupun secara de jure Negara kita sudah merdeka namun secara hakikat kondisi kita masih sangat memprihatinkan. Nasionalisme Indonesia Di Indonesia, nasionalisme yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kemanusiaan (perikemanusiaan) yang hakiki dan bersifat asasi. 

Tujuannya, mengangkat harkat derajat dan martabat kemanusiaan setiap bangsa untuk hidup bersama secara adil dan damai tanpa diskriminasi di dalam hubungan social. Sebenarnya rasa nasionalisme itu sudah dianggap muncul manakala suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk mendirikan suatu Negara kebangsaan. Jika kita melihat nasionalisme di Negara kita saat ini berada pada posisi terendah dimana setiap kebijakan Negara kita berkiblat pada Neoliberalisme sehingga kesejahteraan rakyat kita jauh dari cita-cita Founding Fathers bangsa ini. 

Kondisi ini tidak terlepas dari fenomena global yang berkembang pesat. Menurut Soepriyatno (2008), dalam pandangan ekonomi dan politik, kepentingan globalisasi adalah sebuah proses sistematis untuk merombak struktur negaa-negara miskin, terutama dalam pengkerdilan peran Negara dan peningkatan peran pasar, sehingga memudahkan pengintegrasian perekonomian Negara-negara miskin itu ke dalam genggaman para pemodal negara-negara kaya. Contoh saja kita melihat dari fenomena PT. Freeport (sumber detik.com) dimana  Jumlah produksi emas Freeport pada kuartal I-2013 adalah 212 ribu ton. Jika dikalikan harga rata-rata, maka di kuartal I-2012 Freeport memperoleh uang dari penjualan emas di tambang Grasberg, Papua US$ 306,3 juta atau sekitar Rp 2,9 triliun. Selain emas, dari tambang Grasberg di Papua, Freeport juga menjual tembaga sebanyak 198 juta pounds di kuartal I-2013, naik dari periode yang sama di 2012 sebesar 134 juta pounds, Meskipun penjualan emas Freeport dari Papua nilainya besar, namun pemerintah selama ini cuma kedapatan jatah royalti 1%. Lalu untuk tembaga pemerintah hanya dapat jatah royalti 1,5%-3,5%. Royalti ini jelas jauh lebih rendah dari negara lain yang biasanya memberlakukan 6% untuk tembaga dan 5% untuk emas dan perak. 

Di Indonesia, dalam aturan royalti pertambangan yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, royalti emas ditetapkan 3,75% dari harga jual kali tonase. Kontrak karya Freeport ditandatangani pada 1967 untuk masa 30 tahun terakhir. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang di atas wilayah 10 km persegi di Papua. Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Dan pada tahun 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut 2 kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis pada 2041. Hal ini menjadi suatu keprihatinan kita bersama dimana seharusnya kita sebagai bangsa yang merdeka di negeri yang gemah ripah loh jinawi akan tetapi justru kita menjadi budak di negeri sendiri. 

Kondisi ini berbanding terbalik bahwasanya kemerdekaan, berarti bangsa Indonesia mendapatkan suatu kebebasan. Bebas dari segala bentuk penindasan dan penguasaan bangsa asing. Bebas menentukan nasib bangsa sendiri. Hal ini berarti bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berdaulat, bangsa yang harus memliki tanggung jawab sendiri dalam hidup berbangsa dan bernegara. Sudahkah kita memiliki mental Merdeka? Kita harus berkaca kembali mengenai langkah kita selama ini sebagai sebuah bangsa yang merdeka, 

sudahkah kita memiliki mental merdeka?  

Bangsa kita belum bermental merdeka dikarenakan  kita sebagai bangsa saat ini masih tidak percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, disatu sisi kita sangat bangga sekali ketika membeli suatu produk bermerk luar negeri, hal ini menegaskan kita sebagai bangsa yang konsumtif, disatusisi produk dalam negeri harus menjadi alternative terakhir karena tak berprestige, kita akhirnya terlenakan dan cenderung menikmati kondisi bangsa yang takan akan pernah maju, dan selalu tenggelam dalam kebodohan padahal semestinya segala sesuatu berawal dari sebuah niat serta pemikiran kita, Ketika kita benar-benar ingin merasakan adanya perubahan maka kita rubah dulu mental dan cara pandang kita dari bangsa yang kerdil menjadi bangsa yang bermental merdeka. 

Yakni melalui pembenahan dari sektor pendidikan di negeri ini. Menurut Paul Fraire semestinya pendidikan mampu merubah realitas social, hal ini pun dilakukan senada oleh kaisar Jepang yaitu kaisar Hirohito bagaimana langkah dia membangun Jepang dengan pembenahan dari setor pendidikan serta memaksimal tenaga pengajar dan buku yang ada hasilnya jepang disulap menjadi Negara yang memiliki industry otomotif dan kreatif yang berkembang pesat, hal ini disadari hirohito karena ketika rakyat berpendidikan maka pintu harapan maju suatu bangsa akan terbuka lebar. Selain pendidikan tentunya peran pemuda sangatlah vital, karena merekalah yang akan melanjutkan perjuangan bangsa kita. 

Pemuda sebagai sumber kekuatan kehidupan bangsa perlu tetap terbina agar selalu berlandaskan pada kebenaran yang bersumber pada hati nurani serta sikap moral yang luhur, berkepribadian nasional dan berjiwa patriotisme. Optimisme, spirit, kepedulian dan juga bangunan intelektual keindonesiaan kaum muda sebagai generasi bangsa akan selalu menjawab problematika bangsa ini. Gagasan-gagasan yang orisinil disertai langkah yang progresif dan kepekaan terhadap kondisi bangsa merupakan salah satu langkah utama dalam yang harus dipelopori oleh kaum muda sebegai penerobos dan pembawa era baru bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Dalam perubahan ini setiap komponen bangsa termasuk pemuda dituntut kontribusinya sesuai kemampuan, kompetensi, dan profesinya. Pemuda dituntut untuk mengembangkan sikap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa, sikap keteladanan dan disiplin. Di sisi lain, perlu diciptakan suasana yang lebih dinamis dan demokratis yang mendorong pemuda untuk berkiprah dalam transformasi pembangunan baik regional maupun skala global. Niscaya bangsa kita masih punya harapan menjadikan Indonesia sebagai Negara yang benar-benar merdeka tak hanya dimimpi saja. tulisan dipublish di : Opini Harian Pagi Satelit Post 12 Agustus 2013

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dhimasagungramadhan/indonesia-belum-bermental-merdeka_54f80543a33311541d8b4e44

Profil: Mas Dhimas Sosok Sederhana, Intelektual Profesional

Dhimas Agung Ramadhan lahir di Purbalingga, 31 Maret 1991. Dia adalah anak bungsu dari 4 bersaudara yaitu (Lia, Dewi Lestari Putri dan Septiandi Hendra Saputra). Di usia 5 tahun Dhimas memulai pendidikannya di TK Aisyiah Bancar, Purbalingga (1995-1996). Dilanjutkan pendidikannya di SD N 1 Kembaran Kulon dan lulus pada tahun 2003. Dhimas melanjutkan pendidikannya di SMP N 1 Purbalingga (2006) dan melanjutkan studinya di SMA N 1 Purbalingga dan lulus pada tahun 2009. Lulusnya Dhimas dari SMA N 1 Purbalingga menjadikan dhimas melanjutkan belajarnya di Universitas Diponegoro dengan mengambil program Diploma III jurusan Desain Arsitektur, tahun 2013 dhimas menyelesaikan pendidikannya dan menjadikan dia sebagai lulusan terbaik di jurusannya. Tak puas dengan pendidikan yang ditempuh saat ini Dhimas sedang melanjutkan pendidikannya di Jurusan S1 Teknik Arsitektur di Universitas 17 Agustus Semarang dan telah rampung pada bulan oktober 2018.

(foto: dokumentasi pribadi)
Sejak SD Dhimas  merupakan siswa yang aktif dan cukup berprestasi di sekolahnya dibuktikan dengan prestasinya di SD sebagai siswa yang selalu memproleh peringkat 1 dan memenangkan beberapa lomba cerdas cermat. Saat dirinya menginjakan kaki di bangku SMA, Dhimas cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi seperti OSIS dan Ekstrakurikuler KOPASGA (Korps Patroli Keamanan Sekolah Ganesha). Memulai pendidikannya di kampus UNDIP Semarang bersama teman-temannya sesama perantauan dari Purbalingga mendirikan organisasi daerah KUDUNGGA UNDIP dan pada waktu itu teman-temannya memberikan kepercayaan kepada dirinya sebagai Ketua Umum.

Tak lama setelah itu dhimas melanjutkan jenjang kariernya di Mahangga Semarang sebagai wakil ketua umum. Pada tahun 2011 bersama-sama dengan ormada Purbalingga yang ada di Yogyakarta, Solo, Purwokerto, Bandung serta Semarang berkumpul bersama-sama mendirikan sebuah organisasi yang menyatukan ormada-ormada sebagai forum silaturahmi terbentuklah GEMALINGGA (Gerakan Mahasiswa Purbalingga) yang di ketuai oleh saudara Anang Kurniawan dan Dhimas Agung Ramadhan sebagai Wakil Ketua Umum. 

Di Kampus UNDIP, dhimas tak hanya menjadi mahasiswa yang berorientasi dengan studi saja, dia juga aktif di himpunan mahasiswa Arsitektur Sadhata UNDIP dan menjadi Kabid PSDM, dia juga aktif di HMB D3 Teknik. Tahun 2012, diakhir pendidikannya Dhimas dipercaya sebagai Ketua Umum Partai Perkasa UNDIP dan terlibat dalam proses pesta demokrasi mahasiswa di tingkatan Universitas yang saat itu dalam kepemimpinannya menjadikan Partai Perkasa sebagai Partai 5 besar di UNDIP.

Tahun 2011 Dhimas bergabung dengan organisasi besar mahasiswa yaitu HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan mengikuti jenjang basic training saat bergabung dhimas dipercaya sebagai Kabid PTKP HMI Komisariat Teknik UNDIP dan direshufle sebagai Sekertaris Umum HMI Komisariat Teknik UNDIP. Di tahun 2012 dhimas melanjutkan jenjang ber HMInya sebagai Sekertaris Umum HMI Korkom Diponegoro dan  masuk kedalam pengurus HMI Cabang Semarang terakhir kepengurusan Dhimas masuk menjadi pengurus di PB HMI periode 2018-2020.

Saat ini Dhimas berprofesi menjadi seorang Arsitek dan aktif dalam kegiatan-kegiatan dan organisasi kepemudaan di Purbalingga. bersama teman-temannya di Gemalingga dhimas masuk kedalam kepengurusan DPD KNPI Kabupaten Purbalingga sebagai Wakil Ketua DPD KNPI Purbalingga, karena keaktiifannya November 2019 pada MUSDA KNPI Purbalingga dhimas didaulat sebagai Ketua DPD KNPI Purbalingga. dilain aktifitasnya di organisasi mahasiswa dan pemuda Dhimas juga aktif dalam kegiatan menulis di kolom opini surat kabar disamping itu dhimas juga cukup aktif dalam kegiatan sosial yang konsen terhadap pendidikan serta aktif di beberapa organisasi seperti MD KAHMI Purbalingga dan IAI Banyumas (Ikatan Arsitek Indonesia).