Minggu, 29 Mei 2016

Indonesia Belum Bermental Merdeka!!

(Foto: kompasiana.com)

Kemerdekaan senantiasa mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa, termasuk Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan pengakuannyaoleh dunia telah didapatkan bangsa ini dengan perjuangan berat tak kenal pamrih. Dengan modal kemerdekaan, suatu bangsa akan memiliki harga diri dan dapat bersama-sama duduk saling berdampingan dengan bangsa-bangsa di dunia. Kita tentu masih ingat peristiwa yang tidak akan terlupakan oleh seluruh bangsa Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus 1945.

Peristiwa ini merupakan tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dari belenggu penjajah. Sejak itulah bangsa Inonesia merupakan bangsa yang bebas dari penjajahan. Apakah benar Indonesia saat ini sudah benar-benar Merdeka? Tak terasa Republik ini hendak berumur 68, dimana usia tersebut tak lagi muda, di usia ini jika di ibaratkan usia manusia merepresentasikan usia yang matang dan sangat berpengalaman. Tetapi sungguh ironis ketika kita melihat realitas dimana kedewasaan kita sebagai bangsa merdeka dipertanyakan kembali, dimana konflik antar umat beragama dan antar suku semakin sering terjadi para penguasa yang keasikan mempertahankan kekuasaan, penanganan hukum yang tajam dibawah dan tumpul di atas. 

Hal ini pun semakin menguatkan bahwa toleransi bangsa kita terhadap perbedaan mulai runtuh dan nasionalisme kita memudar. Saya sepakat dengan pendapat banyak orang bahwasanya Negara kita belum merdeka seutuhnya. Dimana di negeri kita masih terjadi penindasan dalam perlakuan hukum atas Negara terhadap rakyat kecil yang tajam dibawah namun tumpul di atas, Negara kita belum bisa merdeka seutuhnya semakin menguatkan ketika anak-anak kita masih banyak yang belum bisa menikmati bangku pendidikan selayaknya, kemiskinan serta kelaparan masih terjadi. Walaupun secara de jure Negara kita sudah merdeka namun secara hakikat kondisi kita masih sangat memprihatinkan. Nasionalisme Indonesia Di Indonesia, nasionalisme yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kemanusiaan (perikemanusiaan) yang hakiki dan bersifat asasi. 

Tujuannya, mengangkat harkat derajat dan martabat kemanusiaan setiap bangsa untuk hidup bersama secara adil dan damai tanpa diskriminasi di dalam hubungan social. Sebenarnya rasa nasionalisme itu sudah dianggap muncul manakala suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk mendirikan suatu Negara kebangsaan. Jika kita melihat nasionalisme di Negara kita saat ini berada pada posisi terendah dimana setiap kebijakan Negara kita berkiblat pada Neoliberalisme sehingga kesejahteraan rakyat kita jauh dari cita-cita Founding Fathers bangsa ini. 

Kondisi ini tidak terlepas dari fenomena global yang berkembang pesat. Menurut Soepriyatno (2008), dalam pandangan ekonomi dan politik, kepentingan globalisasi adalah sebuah proses sistematis untuk merombak struktur negaa-negara miskin, terutama dalam pengkerdilan peran Negara dan peningkatan peran pasar, sehingga memudahkan pengintegrasian perekonomian Negara-negara miskin itu ke dalam genggaman para pemodal negara-negara kaya. Contoh saja kita melihat dari fenomena PT. Freeport (sumber detik.com) dimana  Jumlah produksi emas Freeport pada kuartal I-2013 adalah 212 ribu ton. Jika dikalikan harga rata-rata, maka di kuartal I-2012 Freeport memperoleh uang dari penjualan emas di tambang Grasberg, Papua US$ 306,3 juta atau sekitar Rp 2,9 triliun. Selain emas, dari tambang Grasberg di Papua, Freeport juga menjual tembaga sebanyak 198 juta pounds di kuartal I-2013, naik dari periode yang sama di 2012 sebesar 134 juta pounds, Meskipun penjualan emas Freeport dari Papua nilainya besar, namun pemerintah selama ini cuma kedapatan jatah royalti 1%. Lalu untuk tembaga pemerintah hanya dapat jatah royalti 1,5%-3,5%. Royalti ini jelas jauh lebih rendah dari negara lain yang biasanya memberlakukan 6% untuk tembaga dan 5% untuk emas dan perak. 

Di Indonesia, dalam aturan royalti pertambangan yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, royalti emas ditetapkan 3,75% dari harga jual kali tonase. Kontrak karya Freeport ditandatangani pada 1967 untuk masa 30 tahun terakhir. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang di atas wilayah 10 km persegi di Papua. Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Dan pada tahun 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut 2 kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis pada 2041. Hal ini menjadi suatu keprihatinan kita bersama dimana seharusnya kita sebagai bangsa yang merdeka di negeri yang gemah ripah loh jinawi akan tetapi justru kita menjadi budak di negeri sendiri. 

Kondisi ini berbanding terbalik bahwasanya kemerdekaan, berarti bangsa Indonesia mendapatkan suatu kebebasan. Bebas dari segala bentuk penindasan dan penguasaan bangsa asing. Bebas menentukan nasib bangsa sendiri. Hal ini berarti bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berdaulat, bangsa yang harus memliki tanggung jawab sendiri dalam hidup berbangsa dan bernegara. Sudahkah kita memiliki mental Merdeka? Kita harus berkaca kembali mengenai langkah kita selama ini sebagai sebuah bangsa yang merdeka, 

sudahkah kita memiliki mental merdeka?  

Bangsa kita belum bermental merdeka dikarenakan  kita sebagai bangsa saat ini masih tidak percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, disatu sisi kita sangat bangga sekali ketika membeli suatu produk bermerk luar negeri, hal ini menegaskan kita sebagai bangsa yang konsumtif, disatusisi produk dalam negeri harus menjadi alternative terakhir karena tak berprestige, kita akhirnya terlenakan dan cenderung menikmati kondisi bangsa yang takan akan pernah maju, dan selalu tenggelam dalam kebodohan padahal semestinya segala sesuatu berawal dari sebuah niat serta pemikiran kita, Ketika kita benar-benar ingin merasakan adanya perubahan maka kita rubah dulu mental dan cara pandang kita dari bangsa yang kerdil menjadi bangsa yang bermental merdeka. 

Yakni melalui pembenahan dari sektor pendidikan di negeri ini. Menurut Paul Fraire semestinya pendidikan mampu merubah realitas social, hal ini pun dilakukan senada oleh kaisar Jepang yaitu kaisar Hirohito bagaimana langkah dia membangun Jepang dengan pembenahan dari setor pendidikan serta memaksimal tenaga pengajar dan buku yang ada hasilnya jepang disulap menjadi Negara yang memiliki industry otomotif dan kreatif yang berkembang pesat, hal ini disadari hirohito karena ketika rakyat berpendidikan maka pintu harapan maju suatu bangsa akan terbuka lebar. Selain pendidikan tentunya peran pemuda sangatlah vital, karena merekalah yang akan melanjutkan perjuangan bangsa kita. 

Pemuda sebagai sumber kekuatan kehidupan bangsa perlu tetap terbina agar selalu berlandaskan pada kebenaran yang bersumber pada hati nurani serta sikap moral yang luhur, berkepribadian nasional dan berjiwa patriotisme. Optimisme, spirit, kepedulian dan juga bangunan intelektual keindonesiaan kaum muda sebagai generasi bangsa akan selalu menjawab problematika bangsa ini. Gagasan-gagasan yang orisinil disertai langkah yang progresif dan kepekaan terhadap kondisi bangsa merupakan salah satu langkah utama dalam yang harus dipelopori oleh kaum muda sebegai penerobos dan pembawa era baru bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Dalam perubahan ini setiap komponen bangsa termasuk pemuda dituntut kontribusinya sesuai kemampuan, kompetensi, dan profesinya. Pemuda dituntut untuk mengembangkan sikap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa, sikap keteladanan dan disiplin. Di sisi lain, perlu diciptakan suasana yang lebih dinamis dan demokratis yang mendorong pemuda untuk berkiprah dalam transformasi pembangunan baik regional maupun skala global. Niscaya bangsa kita masih punya harapan menjadikan Indonesia sebagai Negara yang benar-benar merdeka tak hanya dimimpi saja. tulisan dipublish di : Opini Harian Pagi Satelit Post 12 Agustus 2013

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dhimasagungramadhan/indonesia-belum-bermental-merdeka_54f80543a33311541d8b4e44

0 komentar:

Posting Komentar