Sabtu, 04 Juni 2016

DEMOGRAFI BONUS INDONESIA BAGAI PISAU BERMATA DUA


 Beberapa tahun kedepan Indonesia akan mengalami sebuah peristiwa penting dimana penduduk Indonesia berada pada usia produktif yang lebih dikenal sebagai bonus demografi. Bonus demografi di Indonesia sendiri akan terjadi pada tahun 2020-2035 . Bonus Demografi yang dimaksud yaitu ketika negara Indonesia memiliki jumlah penduduk usia Produktif dengan jumlah yang melimpah, yaitu sekitar 2/3 dari jumlah penduduk keseluruhan.

Bonus demografi dapat dilihat dengan parameter Dependency Ratio (angka beban ketergantungan) yang cukup rendah, yaitu mencpai 44. Hal ini berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung sekitar 44 penduduk tidak produktif. Data Badan Pusat Statistik (BPS) indonesia tahun 2010 menunjukkan Dependency ratio Indonesia sebesar 50,5. Sementara pada tahun 2015 dependency ratio memiliki angka lebih kecil yaitu 48,6. Angka dependency ratio ini akan semakin kecil lagi pada tahun 2020 hingga 2030, yang akan menciptakan bonus demografi untuk Indonesia.
(foto: www.aktual.com)
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif. Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020. Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun  untuk mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimanakah strategi negara  dalam menyiapkan angkatan kerja yang berkualitas?

Mengapa demikian? Jika kita menganalogikan hal ini, peristiwa bonus demografi tak bisa dihindarkan karena manusia akan selalu tumbuh dan menghasilkan keturunan namun saat ini yang terpenting adalah  bagaimana Indonesia mampu mengambil kesempatan dalam menghadapi bonus demografi di era dimana Indonesia akan menghadapi MEA dan Perdagangan Bebas karena tidak menutup kemungkinan jika kita tidak dapat meresponnya dengan baik justru akan menjadi malapetaka bagi Negara Indonesia sendiri.

Jika kita menguraikan problematika bangsa Indonesia dalam menyikapi bonus demografi ialah  paling nyata adalah ketersedian lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2035?

Mirisnya ketika lapangan pekerjaan yang tersedia cukup banyak, mampukah sumber daya manusia Indonesia  yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional. Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya. pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri.

Yang terjadi pekerja Indonesia di luar negeri kebanyakan adalah menjadi asisten rumah tangga. Karena minimnya pendidikan dan sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia memaksa WNI mencari penghidupan layak di negeri tetangga, maksud hati memperoleh perubahan nasib yang lebih menyakitkan pahlawan devisa kita harus  disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja Indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.
Saat ini adalah bagaimana Bangsa Indonesia mampu menyikapi Bonus Demografi menjadi sebuah kesempatan mampu mensejajarkan Indonesia dengan Negara maju lainnya, perlu disadari bahwa bonus demografi merupakan kepentingan nasional yang perlu disikapi bersama, peran serta Pemerintah sebagai penyelenggara Negara harus menyiapkan paket kebijakan dan regulasi yang pro rakyat baik itu rencana strategi jangka pendek, menengah dan panjang.

Terutama pembenahan kebijakan di sector pendidikan dan kesehatan, hal ini sangat vital dikarenakan bagaimana pemerintah mampu mempersiapkan SDM yang berdaya saing. Permasalahan pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya segera diselesaikan mulai dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar

Mirisnya melihat pembangunan kependudukan seolah terlupakan dan tidak dijadikan underlined factor. Situasi politik dan krisis yang terjadi hampir disegala sector serta kebijakan yang normative yang berpola pada pencitraan semu mengharuskan pertumbuhan SDM kita mengalami stagnasi. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi.

Peningkatan kualitas pendidikan melalui wajib belajar 12 tahun (sampai tingkat SMA/SMK). Serta perbaikan infrastruktur fasilitas sekolah menjadi hal penting untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Pembenahan system pendidikan merupakan hal yang fundamental bagaimana tidak pergantian kurikulum kita seolah-olah mengesankan generasi muda kita menjadi kelinci percobaan system pendidikan.

      Disatu sisi Meningkatkan anggaran untuk Kesehatan dengan meningkatkan kualitas tenaga medis seperti Dokter, Bidan, Perawat , peningkatan saranana dan prasaranana kesehatan seperti: pembangunan fasilitas kesehatan di daerah yang belum memiliki, manambah kelengkapan fasilitas kesehatan, fasilitas Rawat inap, penambahan Rumah sakit milik pemerintah sebagai pemberi layanan kesehatan gratis, dan lain sebaginya. Penyediaan layanan kesehatan dalam kerangka bonus demografi diperioritaskan kepada penduduk usia 0-18 tahun (usia emas), layanan kesehatan juga ditujukan kepada penduduk usi 19-21 tahun, karena sebagi penduduk yang akan memasuki dunia kerja. Sehingga kualitas kesehatan penduduk usia ini perlu diperhatikan sebagi syarat kesiapan dalam memasuki dunia kerja.

Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja. Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.

Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil mengambilnya. Satu sisi yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan. Sejatinya sebuah bangsa yang kuat harus mempunyai perencanaan, termasuk membangun SDM berkualitas yang akan menjadi daya saing sebuah bangsa. Jika momentum bonus demografi ini dapat kita raih dan dimanfaatkan dengan baik, bukan mustahil Indonesia bisa menjadi negara besar yang pantas disejajarkan dengan Negara adidaya lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar