Beberapa tahun kedepan Indonesia akan mengalami
sebuah peristiwa penting dimana penduduk Indonesia berada pada usia produktif
yang lebih dikenal sebagai bonus demografi. Bonus demografi di Indonesia sendiri
akan terjadi pada tahun 2020-2035 . Bonus Demografi yang dimaksud yaitu ketika
negara Indonesia memiliki jumlah penduduk usia Produktif dengan jumlah yang
melimpah, yaitu sekitar 2/3 dari jumlah penduduk keseluruhan.
Bonus demografi dapat dilihat dengan
parameter Dependency Ratio (angka
beban ketergantungan) yang cukup rendah, yaitu mencpai 44. Hal ini berarti
bahwa dalam setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung
sekitar 44 penduduk tidak produktif. Data Badan Pusat Statistik (BPS) indonesia
tahun 2010 menunjukkan Dependency ratio Indonesia sebesar 50,5.
Sementara pada tahun 2015 dependency ratio memiliki angka lebih kecil
yaitu 48,6. Angka dependency ratio ini akan semakin kecil lagi pada tahun 2020
hingga 2030, yang akan menciptakan bonus demografi untuk Indonesia.
(foto: www.aktual.com) |
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak
sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan
penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk
nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai
44 per 100 penduduk produktif. Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang
menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan
penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020. Tentu saja ini merupakan suatu
berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi
pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih
tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun untuk mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut,
hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimanakah strategi negara dalam
menyiapkan angkatan kerja yang berkualitas?
Mengapa demikian? Jika kita menganalogikan hal
ini, peristiwa bonus demografi tak bisa dihindarkan karena manusia akan selalu
tumbuh dan menghasilkan keturunan namun saat ini yang terpenting adalah bagaimana Indonesia mampu mengambil kesempatan
dalam menghadapi bonus demografi di era dimana Indonesia akan menghadapi MEA
dan Perdagangan Bebas karena tidak menutup kemungkinan jika kita tidak dapat
meresponnya dengan baik justru akan menjadi malapetaka bagi Negara Indonesia
sendiri.
Jika kita menguraikan problematika bangsa
Indonesia dalam menyikapi bonus demografi ialah paling nyata adalah ketersedian lapangan
pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan
lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2035?
Mirisnya ketika lapangan pekerjaan yang tersedia
cukup banyak, mampukah sumber daya manusia Indonesia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan
pasar internasional. Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan
manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182
negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI
Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah
Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti
dari tidak kompetitifnya. pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam
ataupun luar negeri.
Yang terjadi pekerja Indonesia di luar negeri
kebanyakan adalah menjadi asisten rumah tangga. Karena minimnya pendidikan dan
sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia memaksa WNI mencari penghidupan layak
di negeri tetangga, maksud hati memperoleh perubahan nasib yang lebih
menyakitkan pahlawan devisa kita harus disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam
negeri sekali pun, pekerja Indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini
ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati
tenaga kerja asing.
Saat ini adalah bagaimana Bangsa Indonesia
mampu menyikapi Bonus Demografi menjadi sebuah kesempatan mampu mensejajarkan
Indonesia dengan Negara maju lainnya, perlu disadari bahwa bonus demografi
merupakan kepentingan nasional yang perlu disikapi bersama, peran serta
Pemerintah sebagai penyelenggara Negara harus menyiapkan paket kebijakan dan
regulasi yang pro rakyat baik itu rencana strategi jangka pendek, menengah dan
panjang.
Terutama pembenahan kebijakan di sector
pendidikan dan kesehatan, hal ini sangat vital dikarenakan bagaimana pemerintah
mampu mempersiapkan SDM yang berdaya saing. Permasalahan pembangunan sumber
daya manusia inilah yang harusnya segera diselesaikan mulai dari sekarang, jauh
sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru
membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar
Mirisnya melihat pembangunan kependudukan seolah
terlupakan dan tidak dijadikan underlined factor. Situasi politik dan krisis
yang terjadi hampir disegala sector serta kebijakan yang normative yang berpola
pada pencitraan semu mengharuskan pertumbuhan SDM kita mengalami stagnasi.
Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi jangka
panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa. Dalam hal ini
pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara
memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan
komunikasi, serta penguasaan teknologi.
Peningkatan kualitas
pendidikan melalui wajib belajar 12 tahun (sampai tingkat SMA/SMK). Serta
perbaikan infrastruktur fasilitas sekolah menjadi hal penting untuk menunjang
kegiatan belajar mengajar. Pembenahan system pendidikan merupakan hal yang
fundamental bagaimana tidak pergantian kurikulum kita seolah-olah mengesankan
generasi muda kita menjadi kelinci percobaan system pendidikan.
Disatu sisi Meningkatkan anggaran
untuk Kesehatan dengan meningkatkan kualitas tenaga medis seperti Dokter,
Bidan, Perawat , peningkatan saranana dan prasaranana kesehatan seperti:
pembangunan fasilitas kesehatan di daerah yang belum memiliki, manambah
kelengkapan fasilitas kesehatan, fasilitas Rawat inap, penambahan Rumah sakit
milik pemerintah sebagai pemberi layanan kesehatan gratis, dan lain sebaginya.
Penyediaan layanan kesehatan dalam kerangka
bonus demografi diperioritaskan kepada penduduk usia 0-18 tahun (usia emas), layanan
kesehatan juga ditujukan kepada penduduk usi 19-21 tahun, karena sebagi
penduduk yang akan memasuki dunia kerja. Sehingga kualitas kesehatan penduduk
usia ini perlu diperhatikan sebagi syarat kesiapan dalam memasuki dunia kerja.
Solusi lainnya bisa dengan memberikan
keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya
bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan
pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga
ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak
dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja. Bukan
hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan
mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan
aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.
Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus
demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil
mengambilnya. Satu sisi yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak
dipersiapkan. Sejatinya sebuah bangsa yang kuat harus mempunyai perencanaan,
termasuk membangun SDM berkualitas yang akan menjadi daya saing sebuah bangsa. Jika momentum bonus demografi ini dapat kita
raih dan dimanfaatkan dengan baik, bukan mustahil Indonesia bisa menjadi negara
besar yang pantas disejajarkan dengan Negara adidaya lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar