|
Sumber: Minews.ID |
Dunia bergerak dengan begitu cepatnya sampai-sampai kita sendiri pun terkadang harus kewalahan untuk mengikutinya salah satu factor pemicunya adalah perkembangan
teknologi yang tumbuh dengan sangat cepat.
Dimana dahulu ketika kita hendak mendapatkan informasi haruslah kita bergerak untuk mendekati sumber informasi tersebut namun dizaman sekarang dengan internet dan gadget yang super canggih menjadikan kita tak perlu lagi bersusah payah karena dikamar tidur atau dirumah kita saja bisa mengakses informasi tersebut.
Kini dunia telah memasuki suatu realitas baru, yakni realitas yang tercipta akibat pemadatan, pemampatan, peringkasan, pengecilan, dan percepatan dunia. Seluruh realitas tersebut merupakan sebuah dunia yang dilipat, yang di dalamnya tampil berbagai sisi dunia dengan wajahnya yang baru.
Segalanya menjadi terasa kecil, ringkas dan serba praktis. Berpuluh-puluh jilid ensiklopedi yang memadati almari dan rak-rak buku kini, dapat dipadatkan dalam sebuah Tablet dan dengan mudah dibawa dan dibaca dimanapun.
Bercakap-cakap dengan orang yang bermil-mil jauhnya juga dapat dihantarkan melalui media internet sehingga nampak dilayar kita begitu nyata dengan tidak menghilangkan inti utama dari komunikasi itu sendiri.
Keterpesonaan akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakhir pada peniscayaan terhadap ratio membuat manusia memandang dan menghadirkan dunia dengan segala persoalannya sebagai realitas yang sederhana.
Yasraf Amir Pilliang mengistilahkan dunia seperti itu sebagai dunia yang telah dilipat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan betapa kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat aktivitas hidup manusia semakin efektif dan efisien.
Melihat kondisi sekarang dimana perubahan yang begitu cepat tentunya memunculkan polemik dan kekhawatiran bagi generasi tua sehingga membangun stigma negatif kepada generasi
muda kita saat ini.
Dimana generasi muda saat ini sudah tidak peduli dengan sekitarnya, generasi muda kita mengalami degradasi moral dan suka berfoya-foya tak bedanya generasi bebal tak berguna karena terkontaminasi dengan teknologi yang tumbuh dengan membabibutanya.
Ditambah lagi dengan munculnya fenomena Awkarin gadis muda berjilbab yang bertransformasi menjadi selebgram terkenal berpenghasilan puluhan juta yang memiliki kehidupan yang sangat bebas kebarat-baratan yang tentunya ini berbenturan dengan budaya Indonesia kita yang cenderung menjunjung norma dan adat istiadat penuh dengan sopan santun dan mengkhawatirkannya mayoritas follower-nya adalah generasi muda kita.
Padahal ada tokoh seperti Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika yang jauh lebih layak dijadikan sebagai panutan. Apakah memang sudah demikian parahnya generasi muda kita?
Jika kita telisik lebih dekat generasi muda hari ini merupakan bagian dari generasi
milineal.
Dimana istilah generasi milineal dipopulerkan oleh penulis bernama William Strauss dan Neil Howe pada tahun 1987, dalam bukunya yang berjudul Generations: The History of America's Future (1991) dan Millennials Rising: The Next Great Generation (2000).
Generasi millenial ini menggantikan generasi baby boomers atau generasi x yang telah mendahuluinya dimana pun. Pembagian generasi ini didasarkan pada kesamaan karakter dan kesamaan kondisi lingkungan yang ada disekitarnya.
Generasi millenial atau generasi Y, begitu banyak orang menyebutnya, kini tengah mewarnai Negeri ini dengan warna-warni aktivitasnya. Generasi millenial adalah generasi yang lahir antara tahun 1980-2000.
Pemuda kita saat ini yang merupakan Generasi milineal memiliki kehidupan yang begitu dipengaruhi oleh orang-orang di sekitarnya (connected & community).
Generasi muda kita saat ini merupakan generasi yang melek teknologi (Tech Savvy). Mereka bertumbuh di tengah-tengah perkembangan teknologi yang demikian pesat. Tidak sedikit dari mereka yang mampu memanfaatkan teknologi untuk kebaikan yang lebih luas.
Dari sini dan melihat fakta-fakta yang ada di sekitar kita, generasi millenial punya cara berbeda dalam mengekspresikan rasa cinta serta kepedulian mereka terhadap negara kita tercinta.
Nama-nama seperti Gamal Albinsaid dari Malang dengan Bank Sampahnya yang mendunia dan memperoleh penghargaan dari Inggris yang dibacakan Pangeran Charles, seorang Dalu Kirom dari Gang Doli, Surabaya dengan Gerakan Melukis Harapannya, prestasi di bidang teknologi pun tak bisa diremehkan dimana kebermanfaatan teknologi menjadi nilai tambah dan tentunya kebanggaan bagi masyarakat.
Nama-nama seperti Nadiem Makarim yang begitu fenomenal memberdayakan ribuan mitra dengan Go-Jek nya, Achmad Zaki dengan Bukalapak-nya muncul sebagai "pahlawan" UMKM Indonesia, Rama Raditya dengan Qlue-nya menjadi platform pelayanan publik yang digunakan oleh pemprov DKI.
Alfatih Timur dengan Kitabisa-nya yang telah menghimpun miliaran dana crowdfunding. Berbicara nasionalisme pun generasi muda Indonesia tak bisa diremehkan dimana insiden bendera terbalik yang dilakukan panitia Sea Games dimana Negara Malaysia selaku Tuan Rumah pesta Olahraga terbesar di Asia Tenggara.
Sehingga memunculkan banyak kecaman dari generasi muda kita melalui sosial media diikuti dengan beberapa website milik Negara Malaysia diretas oleh Hacker Indonesia.
Jika melihat hal ini saya merasa ada yang salah dengan cara pandang kita melihat generasi muda kita saat ini. Tak selamanya mereka salah, tak selamanya mereka dicap sebagai generasi yang tidak peduli dengan lingkungannya apalagi negaranya.
Justru generasi muda kita saat ini memberikan harapan penting bagi masa depan Indonesia. Mereka bukan generasi yang mudah galau dan labil, melainkan generasi yang akan menyelesaikan persoalan-persoalan Indonesia yang rumit ini.
Mereka tidak mengharap popularitas pribadi karena lebih mengutamakan manfaat yang tersaji. Bagi saya ini merupakan sebuah keniscayaan bahwa setiap zaman akan melahirkan anak zamannya masing-masing.
Saat ini tugas penting bagi generasi pendahulu adalah bagaimana memberikan kepercayaan dan pandangan nilai kepada generasi muda kita saat ini sehingga akan memunculkan makna baru perjuangan dalam upaya mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman.
Jika kita masih tetap bersikeras tak mau berdamai dengan perubahan zaman hal ini tentunya akan menjadi malapetaka yang menyelimuti negeri ini karena bukan tidak mungkin suatu bangsa yang tidak mampu menjawab tantangan zaman maka akan dimakan oleh zaman itu sendiri.
Bersatu padu menatap masa depan dan berpikir positif adalah solusi terbaik bagi kita saat ini. Bahkan apa yang menjadi Kekhawatiran kita selama ini tentang Bonus Demografi yang dianggap sebagai dua mata pisau justru dapat dijawab oleh generasi muda kita.
Sehingga mimpi Indonesia untuk menjadi negara Besar yang sejajar dengan negara besar seperti Amerika, Jepang, Cina, Jerman sangat mungkin terwujud.